Halaman

Senin, 03 Desember 2018

The Sovereignty of God (Kedaulatan Allah)

LAPORAN BACA
Oleh Jonathan J Sumangkut

Mata kuliah                 : Penulisan Karya Ilmiah
Dosen                          : Dorkas Retjelina, M.Th.
Judul buku                  : The Sovereignty of God (Kedaulatan Allah)
Pengarang                   : Arthur W. Pink
Penerbit                       : Momentum, 2011.
Kota terbit                   : Surabaya
Tebal buku                  : xx 215 halaman; 21 cm
            Buku ini berusaha menjawab sejumlah permasalahan yang timbul berkaitan dengan hal Kedaulatan Allah. Predestination, jika Allah telah menetapkan sejumlah orang yang akan diselamatkan, sementara orang-orang yang lain sekedar merupakan cawan murka Allah yang telah ditentukan untuk binasa (tidak diselamatkan), maka apa pentingnya orang percaya beribadah? Kemudian untuk apa orang percaya memberitakan Injil kepada orang-orang yang terhilang? Bila Allah telah menetapkan jumlah orang yang akan diselamatkan, maka untuk apa orang percaya merisaukan kehidupan kekal dari orang-orang yang dijumpai tiap hari?

            Mengenai hai di atas Alkitab menjawab; Allah menegaskan bahwa orang percaya tidak bertanggung jawab atas hasil memberitakan Injil, itu menjadi tanggung jawab sekaligus pekerjaan Allah. Paulus “menanam,” Apolos “menyiram,” tetapi Allah sendirilah yang “memberi pertumbuhan” (1 korintus 3:6). Tanggung jawab orang percaya adalah menaati Kristus dan memberitakan Injil orang, untuk memanggil “setiap orang percaya” dan kemudian, membiarkan Roh Kudus menanamkan kuasa firman-Nya di dalam hati orang-orang pilihan-Nya.
            Klaim orang-orang fasik mengenai predestination bukan tidak berdasar, namun merupakan sebuah ajaran yang bersumber dari Alkitab sendiri. Dalam Roma 9 membahas masalah predestination ini secara tuntas. “Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun hanya sisanya akan diselamatkan…. Dan seperti yang dikatakan Yesaya sebelumnya: “Seandainya Tuhan semesta alam tidak meninggalkan pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti Gomora” (Roma 9:27-29). Pengajaran Alkitab pada bagian ini sangat jelas: seandainya Allah tidak campur tangan, tidak melawat umat Israel, kerusakan manusia pasti akan membawa manusia menuju jurang kebinasaan manusia sendiri. Bersyukur Allah telah meninggalkan pada Israel suatu “sisa” atau “keturunan.” Pada kedua kota tersebut, telah terjadi pembinasaan oleh karena dosa, sehingga tak satupun makhluk hidup yang tertinggal di sana; dan demikian jugalah yang akan terjadi pada umat Israel sekiranya Allah tidak “meninggalkan” atau menyisakan suatu keturunan. Demikian jugalah halnya dengan segenap umat manusia: sekiranya anugerah kedaulatan Allah tidak meninggalkan suatu sisa, maka seluruh keturunan Adam pasti telah binasa dalam dosa.
           
Kesimpulan    
            Karena hal di atas, penulis buku ini menyatakan bahwa pemilihan berdaulat Allah untuk menyelamatkan sejumlah orang tertentu itu sebagai suatu pemeliharaan yang penuh kemurahan. Penulis menegaskan bahwa dengan memilih orang-orang tertentu untuk menjadi umat-Nya, tidak berarti Allah berlaku tidak adil terhadap mereka yang tidak terpilih, sebab tak seorang pun memilki hak untuk memperoleh keselamatan. Keselamatan itu semata-mata berdasarkan anugerah, dan realisasi anugerah tersebut semata-mata didasarkan pada suatu atau kedaulatan mutlak. Allah boleh menyelamatkan semua atau tidak sama sekali, banyak atau atau sedikit, satu atau sepuluh ribu orang, menurut yang dipandang-Nya baik. Mungkin ada yang menyela: bukannya yang “terbaik” adalah menyelamatkan semuanya? Jawabnya adalah: Manusia tidak berhak memberikan pilihan. Manusia mungkin menganggapnya sebagai yang “terbaik” seandainya Allah tidak pernah menciptakan Iblis, tidak mengizinkan dosa memasuki manusia, atau pernah memasuki dunia, seandainya Allah membereskan masalah antara kebaikan dan kejahatan jauh sebelum ini. Tidak! Jalan Allah bukanlah jalan manusia, dan jalanya itu tidak “terselami”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar